Adzan
magrib berkumandang dan tetesan-tetesan air hujan menyapa dedaunan. Senja kini
telah pergi namun saya masih terus menatap laptopku. Benda kesayangan yang tak
pernah jenuh mendengar semua keluh kesahku, mendengar betapa galaunya saya ini.
Yeahh, berhubung karena saya tinggal sendiri dan lebih memilih menghabiskan
banyak waktu di rumahku ini. Berpikir mengenai penyakit yang kini menjadi bagian dari
perjalanan hidupku. Meratapi hidupku
yang hina. Rambutku pun kini mulai rontok sejak penyakit ini kini menjadi
bagian di tubuhku. Ketika saya bangun dari tidurku yang kutemukan hanya puluhan
helai rambutku yang rontok di bantal. Saya bahkan lelah untuk terus
mengkomsumsi obat-obatan baik dari dokter maupun dari pengobatan herbal dengan
janji manis yang saya tidak tahu benar atau tidaknya. Saya kadang menyerah atas
penyakit ini. Namun, kadang saya layaknya wonderwoman yang sangat tegar dan
kuat menghadapi penyakit ini. Jelas saja, saya harus meminum 22 butir obat yang
berbeda di pagi dan malam hari. Belum lagi obat dokter vitamin itu dan vitamin
ini. Saya Lelah!
Hari
ini, sepulang dari dari Unhas, kampus yang saya cinta. Saya memilih untuk ke
rumah sakit bertemu orang berjas putih dan senyum terindahnya. Hari ini memang
jadwal saya untuk konsultasi dan kontrol atas penyakit ini. Ku sempatkan untuk melewati sebuah ruangan dan
bercerita banyak dengan penghuninya walau sebenarnya saya harus mutar-mutar
rumah sakit yang rempong ini. Ruangan ini terdiri atas enam orang pasien dan
mereka memang punya penyakit yang sama dengan saya. Salah satu berasal dari Kupang.
Rambutnya telah rontok semua, badannya kurus dan sebuah selang kecil di
sampingnya yang terus menetes mengeluarkan darah. Namun, dia masih tetap tersenyum
dan bahkan sesekali melucu agar pasien di ruangan itu bisa tertawa. “Hati-hati nak, jaga makananmu. Sering-sering
kesini nanti jadi penjaganya tante” katanya. Saya hanya bisa tersenyum,
Ceritanya membunuh mimpi-mimpi yang selama ini telah kurangkai. Penyakit ini
terus menghantui saya, menjadi mimpi buruk dalam kehidupan. Saya tidak ingin
berlama-lama di ruangan ini, Saya takut ini membuat saya semakin putus asa.
Saya lebih memilih bertemu dokter karena saya yakin dia punya solusi atas
keputusasaan saya ini. “Halo” katanya sambil tersenyum manis. “Halo juga dok”
kataku membalas sapaannya. “Kenapa?Bagaimana dengan penyakitmu?” katanya sambil
membuka lembaran riwayat penyakit saya selama ini. “Baik dok, saya hanya ingin
bertanya mengenai hasil pemeriksaan saya kemarin dan apa yang bisa terjadi di
masa depan dengan penyakit ini?”. Yah, ancaman pengankatan kandungan. Di umur
saya yang masih semuda ini, ancaman itu terlalu berat dan terlalu sulit. Hingga
saya putuskan untuk mengakhiri semua rencana pernikahan saya yang harusnya
berlangsung bulan 7 nanti. Merobek desain rumah yang telah saya rancang
bersamanya dan membuang mimpi indah itu. Saya takut membuat kecewa atas semua
penyakit ini. Saya lebih memilih untuk terus menghabiskan banyak waktu di
kampus dan bermain dengan kamera DSLR peninggalan papa. Semoga ini keputusan
terbaik. Kuat!Kuat!Kuat!
NB : Ini hanya tulisan curhatan sahabat kecilku!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar